Hukum & Kriminal

Kejari Bitung Hentikan Opa Luis Via Restorative Justice

BITUNG, TAGAR-NEWS.com – Untuk kesekian kalinya Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung melakukan penghentian penuntutan lewat Restorative Justice (RJ).

Keadilan Restoratif kali ini diterapkan kepada LP alias Opa Luis (52) atas perkara yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap korban atas nama SS yang masih berusia 15 tahun.

Hal ini berdasarkan ekspose perkara bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Edy Birton S.H., M.H, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Jeffry Maukar, S.H., M.H., Koordinator Anthony Nainggolan S.H., M.H., Kasi Oharda Cherdjariah, S.H., M.H, Kasi KAMNEGTIBUM Yudie Arieanto S.H., M.H dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan RI Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur Oharda pada JAM Pidum Agnes Triyanti S.H.,M.H secara virtual, Rabu (26/10/2022).

“Beliau (JAM Pidum) memberikan persetujuan untuk dilakukan Restorative Justice dan selanjutnya akan dilakukan penghentian penuntutan, dan perkara tersebut ditutup demi hukum serta dihentikan penuntutan oleh karena memenuhi syarat untuk dilakukan Restoratif Justice,” ucap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung, Fauzal S.H.,M.H.

Kajari Fauzal yang didampingi Kasipidum Natalia Katimpali S.H. menyebut penyelesaian perkara dengan mekanisme restorative justice yang dilakukan telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Dalam sistem ini, proses hukum diselesaikan tanpa melalui persidangan dan hukuman pidana, sesuai dengan petuntuk pimpinan, kita mengedepankan hati nurani,” ucapnya.

Menurutnya, penghentian penuntutan ini dapat dilakukan jika dalam perkara tersebut memenuhi unsur-unsur yang telah disyaratkan untuk dapat diselesaikan menggunakan mekanisme keadilan restoratif. “Jadi tidak sembarang perkara,” tandas Kajari Fauzal.

“Pemberhentian penuntutan ini dilakukan lantaran tersangka dan korban telah melakukan perdamaian. Tidak hanya itu, tersangka juga mendapat pertimbangan jaksa atas kasus yang menjerat dirinya. Jaksa mempertimbangkan status tersangka yang baru pertama kali melakukan tindak pidana. Pada dasarnya mengedepankan asas keadilan dan kemanfaatan hukum,” tutup Kajari Fauzal.

 

(***/Hel)