Artikel

Ruang Abu-abu Menuju Masa Kampanye Pemilu 2024

Oleh: Abdul Majid ( KORDIV PP&PS Panwascam Sigi Biromaru)

 

PALU, TAGAR-NEWS.com – Kekosongan aturan menjadikan aktivitas politik yang semakin marak oleh partai politik ataupun para bakal calon kandidat untuk Pemilu 2024 berjalan dalam ruang abu-abu. Bagaimana solusinya?

Pasca-Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan partai politik peserta Pemilu 2024 pada pertengahan Desember 2022, muncul pertanyaan mendasar bagaimana selanjutnya para peserta tersebut dapat melakukan aktivitas politik, sementara dalam tahapan yang berjalan belum memasuki masa untuk berkampanye.

Jadwal berkampanye peserta pemilu sesuai yang telah ditetapkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 akan berlangsung pada 28 November hingga 10 Februari 2024.

Setelah itu akan memasuki masa tenang antara tanggal 11-13 Februari 2024 dan pemungutan akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Pihak penyelenggara menyadari, setelah resmi ditetapkan sebagai peserta pemilihan dan memiliki nomor urut, partai tentu tidak akan berdiam diri untuk tidak melakukan publikasi umum sebagai upaya membangun popularitas dan keterpilihan.

Dalam hal ini, KPU pun awalnya berencana akan menyusun aturan sosialisasi bagi peserta pemilu bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal ini dinilai penting dihadirkan karena dianggap ada kekosongan aturan, terlebih dalam jeda waktu yang panjang hingga menuju masa resmi kampanye digelar.

Sosialisasi yang dimaksud oleh penyelenggara adalah cara partai untuk bisa lebih menyebarluaskan informasi terhadap khalayak.

Sosialisasi yang dimaksud oleh penyelenggara adalah cara partai untuk bisa lebih menyebarluaskan informasi terhadap khalayak. Proses ini berbeda dengan kampanye karena komunikasi belum dilakukan dengan sangat intens kepada publik, serta dalam sosialisasi peserta pemilu juga tidak diperkenankan melakukan ajakan untuk memilih.

Namun, lebih dari dua bulan pascapenetapan peserta pemilu itu, aturan mengenai sosialisasi tak kunjung dikeluarkan oleh penyelenggara. Pada 24 Februari 2023, KPU justru mengeluarkan pernyataan bahwa tidak perlu dibuat aturan khusus terkait sosialisasi peserta pemilu sebelum waktu resmi kampanye.

Keputusan tersebut muncul setelah tim KPU dan Bawaslu secara khusus melakukan kajian. Hasil penelaahan bersama itu menyimpulkan, aturan kampanye yang termaktub dalam PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu masih dapat mengakomodasi kebutuhan pengaturan selama proses sosialisasi peserta pemilu di luar jadwal semestinya.

 

Larangan kampanye

Dengan demikian, berpijak pada PKPU tersebut, Bawaslu dapat melakukan pengawasan terhadap peserta pemilu selama melakukan proses sosialisasi.

Dalam hal ini, Bawaslu perlu jeli melihat batas antara ruang sosialisasi dan kampanye yang belum memasuki waktunya. Secara garis besar, batas itu terletak pada ajakan untuk memilih pada masyarakat yang hanya boleh disampaikan nanti selama waktu resmi kampanye.

Larangan bagi partai politik peserta pemilu untuk melakukan kampanye sebelum dimulainya masa kampanye secara tegas tertuang dalam PKPU No 33/2018 pada Pasal 25 Ayat (1). Lebih lanjut, dalam pasal ini aturan mengenai sosialisasi dan pendidikan politik juga diatur untuk dilakukan masih dalam cakupan internal partai.

Metode yang bisa digunakan dalam sosialisasi dan pendidikan politik yang dimaksud bisa dilakukan beragam. Mulai dari pemasangan atribut seperti bendera dan nomor urut agar internal partai dapat terinformasi dengan baik.

Selain itu, proses sosialisasi juga dapat dibuat menjadi pertemuan terbatas dengan sebelumnya melakukan pemberitahuan kegiatan kepada Bawaslu.

Pada ayat selanjutnya dalam pasal aturan tersebut juga menuliskan larangan pihak partai untuk melakukan kampanye sebelum jadwal resmi kegiatan itu dimulai. Penyebaran bahan kampanye secara terbuka, pemasangan alat peraga di tempat umum, hingga kegiatan serupa di media (arus utama ataupun media sosial) belum dapat dilakukan.

Jika berpijak dalam larangan kampanye dalam PKPU ini, semua kegiatan sosialisasi dan edukasi politik hanya dapat dilakukan dan diketahui dalam internal partai. Dengan demikian, apa pun aktivitas sosialisasi ataupun publikasi umum yang dilakukan peserta pemilu pada saat sebelum memasuki masa kampanye tidak dapat dibenarkan.

 

Ruang abu-abu

Melihat ketidakjelasan kondisi yang berkembang tersebut, dalam hal pengaturan aktivitas peserta pemilu selama masa menjelang kampanye resmi ini paling tidak memberikan tiga catatan penting dalam penyelenggaraan.

Pertama, batasan sosialisasi yang telah eksis dalam PKPU No 33/2018 tak dapat menjadi jawaban untuk menambal kekosongan aturan selama menjelang jadwal resmi kampanye yang memiliki jeda cukup panjang.

Ketiadaan aturan khusus dan hanya tetap berpijak pada aturan larangan kampanye yang sudah ada masih belum dapat menghapus ruang abu-abu batasan antara aktivitas sosialisasi dan kampanye. Aturan khusus semestinya dapat menjadi ketegasan pedoman yang memang diperlukan sehingga tak lagi menimbulkan perdebatan panjang dan menjadi kepastian solusi.

Kedua, aturan khusus selama masa sosialisasi memiliki urgensi penting untuk dapat menghapus perbedaan persepsi pada batasan-batasan yang berlaku. Perbedaan pandangan itu hanya akan membuat penyelenggara tidak leluasa menindak berbagai indikasi pelanggaran yang terjadi. hal tersebut justru berpotensi menimbulkan konflik yang mengganggu kerja-kerja penyelenggaraan.

Meski belum memasuki masa kampanye, baliho dan poster partai politik ataupun tokoh partai politik mulai banyak menghiasi ruang-ruang publik, seperti di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (10/3/2023). Mendekati Pemilu 2024, baliho seperti ini diperkirakan akan semakin banyak bertebaran di ruang publik. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Meski belum memasuki masa kampanye, baliho dan poster partai politik ataupun tokoh partai politik mulai banyak menghiasi ruang-ruang publik, seperti di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (10/3/2023). Mendekati Pemilu 2024, baliho seperti ini diperkirakan akan semakin banyak bertebaran di ruang publik.

Dinamika itu terbaca saat KPU dan Bawaslu pun sempat memiliki pandangan yang berbeda. Bawaslu bahkan berpandangan batasan sosialisasi dapat lebih diberikan kelonggaran selagi tidak mengandung unsur ajakan memilih. Dalam pandangan ini, berbagai hal yang terkait dengan aktivitas pemasangan alat peraga dapat dilakukan secara luas.

Termasuk aktivitas partai di ruang-ruang digital sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat. Padahal, jika merujuk pada Pasal 25 PKPU No 33/2018, jelas hal tersebut termasuk dalam pelanggaran di mana kegiatan hanya diperbolehkan dalam internal partai.

Ketiga, aturan sosialisasi dan pendidikan politik yang telah ada secara garis besar hanya mengatur langkah politik dalam konteks partai. Padahal, sekalipun berada pada wadah kepartaian ataupun koalisi partai, aktivitas yang melekat pada bakal calon kandidat dalam pemilhan legislatif atau pemilihan presiden juga perlu diatur secara mendetail dan lebih tegas.

Hal ini menjadi penting. Sebab, dalam perjalanannya, berbagai kegiatan yang bergulir pascapartai peserta pemilu ditetapkan, juga dengan poros koalisi partai telah terbentuk, kegiatan sosialisasi justru langsung menitikberatkan pada eksistensi kandidat yang diusung partai.

Deklarasi lebih awal oleh tiga partai politik Nasdem, PKS, dan Demokrat untuk mantap mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden menanggung banyak konsekuensi bahwa aktivitas politik yang dilakukan dinilai menyalahi aturan yang ada.

Dalam sejumlah kegiatannya berkeliling di daerah-daerah, aktivitas politik koalisi partai tersebut dan Anies dianggap telah melewati batas prosedur sosialisasi. Laporan pelanggaran pun beberapa kali dilayangkan kepada Bawaslu, tetapi tidak mendapatkan tindak lanjut dan penyelesaian tuntas.

Laporan Aliansi Pemuda Cinta Demokrasi (APCD) kepada Bawaslu, misalnya, karena menilai Anies telah berkampanye di tempat ibadah saat mengunjungi Aceh pada Desember 2022 tak dapat diproses oleh Bawaslu.

Selain karena pihak pelapor tak dapat melengkapi berkas dan bukti yang diminta, Bawaslu tak dapat menindaklanjuti laporan karena sejauh ini Anies belum ditetapkan sebagai kandidat peserta pemilu.

Peserta pemilu dalam hal ini adalah pasangan calon presiden dan wakilnya yang secara resmi telah mendaftar ke KPU untuk maju pemilihan.

Sementara dalam konteks ini, mekanisme pelaporan pelanggaran kampanye hanya berlaku untuk partai atau kandidat peserta pemilu yang sudah secara resmi ditetapkan pihak penyelenggara.

Logo pengawasan pemilu terpampang saat pertemuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan partai politik peserta Pemilu 2024 di Jakarta, Sabtu (18/3/2023). Pertemuan membahas pengawasan dalam Pemilu 2024. Bawaslu menegaskan, menjelang tahapan kampanye, partai politik diharapkan tidak melakukan kampanye di lingkungan pendidikan dan tempat ibadah.