Artikel

Sebuah pesan Kepada Timsel: “Masukan Masyarakat Pada Proses Perekrutan Calon Penyelenggara Pemilu Jangan Dijadikan Ajang menjustice dan Menjatuhkan Calon”

PALU, TAGAR-NEWS.com – PEMILIHAN umum secara langsung oleh rakyat merupakan perintah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintahan negara yang Demokratis melalui pemilihan Umum dapat terwujud apabila Penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas dan akuntabilitas. Pasal 22E Ayat 5 UUD RI 1945 Pemilihan umum diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, Tetap dan Mandiri.

Untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI 1945) tersebut dibentuk undang-undang tentang pemilihan umum yaitu Undang-Undang No 7 tahun 2017. Berdasarkan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dimana penyelengaaran Pemilihan umum di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, (DKPP).

Khusus lembaga KPU dan Bawaslu keanggotaanya mulai dari tingkat pusat, Propinsi, dan kabupaten/kota yang akan menjadi penyelenggara pemilu bagi tercapainya kualitas pemilu dan demokrasi yang baik.

Untuk mewujudkan atau mendapatkan kualitas pemilu dan demokrasi baik serta Pemerintahan yang mempunyai legitimasi kuat dari masyrakat sesuai dengan Pancasila dan UUD RI 1945 menuntut terseleksinya anggota-anggota penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat selaku pemilik kedaulatan. Logika masyarakat yang sehat dan cerdas menuntut adanya tim seleksi yang mempunyai integritas serta pengetahuan tentang pemilu lebih dari para peserta seleksi, yang dalam menjalankan tahapan seleksi bebas pengaruh dan intervensi dari pihak manapun.

Bawaslu RI selaku lembaga penyelenggara pemilu dalam melakukan rekrutmen calon anngota Bawaslu Propinsi,Kabupaten/Kota membentuk tim seleksi untuk melakukan menyeleksi calon-calon anggota Bawaslsu, Sesuai dengan amanat Pasal 124 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan

“Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi pada setiap Provinsi dan Tim Seleksi dimaksud berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas”.

Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) membentuk Tim seleksi (Timsel) calon anggota Bawaslu Propinsi di 29 Propinsi Periode 2023-2028, hal ini tertuang dalam pengumuman Bawaslu RI Nomor 220/KP.01.00/K1/03/2023, tertanggal 20 maret 2023 yang diandatangani Rahmat Bahja.begitu juga dengan Perekrutan Bawaslu dan KPU di beberapa kabupaten kota Yang mungkin menjadi pertanyaan masyarakat bagaimana proses dan mekanisme rekrutmen pembentukan timsel yang dilakukan oleh Bawaslu  RI dan KPU RI sehingga terpilih menjadi timsel Bawaslu karena proses pembentukan timsel tidak dilakukan secara transparan.

Proses transparansi ini dalam pembentukan timsel ini sangat penting karena untuk mendapatkan anggota bawaslu dibutuhkan timsel yang kemampuan yang lebih dalam kepemiluan terutama dalam hal pengawasan pemilu serta intergritas dari para calon anggota bawaslu yang akan mereka pilih.

Ini sangat penting dilakukan mengigat syarat untuk menjadi timsel Bawaslu Memiliki“ pengetahuan mengenai sistem penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu serta intergritas dan juga mewakili unsur akademisi, Profesional, dan Tokoh Masyarakat sesuai amanat undang-undang” jangan sampai proses rekrutmen pembentukan timsel yang dilakukan oleh Bawaslu yang tidak dilakukan secara transparans menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat atas proses seleksi yang akan dilakukan timsel, dimana pembentukan timsel bawaslu hanya sebuah ‘formalitas’ hanya memenuhi syarat adminitratif.

Apabila benar hanya sekedar ‘formalitas’, ini akan juga berdampak kepada pemilu yang dihasilkan karena akan “berbanding lurus dengan proses rekrutmen para calon anggota Bawaslu yang akan dipilih” karena pemilu yang mempunyai kualitas baik harus dimulai dari proses pembentukan timsel yang dilakukan dengan baik yaitu dengan Proses ‘transparan’ sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Proses transparansi ini sangat penting karena Badan penyelenggara pemilu atau dalam hal ini Bawaslu melalui timsel yang mereka bentuk harus adapat menghasilkan anggota-anggota Bawaslu yang mempunyai intergritas dan profesional.

Profesionalisme mencakup penyelenggaraan proses pemilu dengan baik dan tepat waktu sesuai prinsip-prinsip hukum dan etika. Profesionalisme juga menuntut individu-individu anggota bawaslu untuk memiliki pemahaman yang baik dan selalu siap untuk bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan atau tindakan yang tidak mereka lakukan. hal ini tidak akan terwujud apabila pembentukan timsel yang dilakukan oleh Bawaslu tidak dilakukan secara transparan. Pertimbangan Integritas, serta memiliki pengetahuan mengenai “sistem penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu” ini merupakan syarat kunci dalam pembentukan timsel Bawaslu. pertimbangan intergritas ini bisa dilihat dari rekam jejak para timsel Bawaslu serta partispasi masyarakat, sedangkan mengenai pengetahuan dan pengawasan pemilu bisa dilihat dari rekam jejak anggota timsel apakah mereka sering terlibat dalam kepemiluan selama ini.

Menggigat ada beberapa anggota timsel yang selama ini belum terlihat publik atau masyarakat lampung perhatian mereka terhadap dinamika pemilu baik di daerah  artinya rekam jejak mereka belum terlihat oleh masyarakat lampung. Hal ini sangat penting jangan sampai anggota timsel yang dibentuk oleh Bawaslu kemampuan tentang pengetahuan dan pengawasan kepemiluan serta intergritasnya dibawah dari para calon anggota Bawaslu serta para calon anggota Bawaslu yang akan mendaftar pasti sebagaian besar mereka adalah pernah atau sedang menduduki sebagai penyelenggara pemilu yang sudah pasti memiliki pengetahuan penyelenggaran pemilu serta pengawasan pemilu, jangan sampai timsel jauh baik dari segi pengalaman dan pengetahuan tentang kepemiluan jauh atau dibawah dari para calon anggota bawaslu.

Berdasarkan pengumuman Bawaslu tentang timsel bawaslu tidak terlihat mana yang mewakili akademisi, profesional dan tokoh masyarakat. Hal ini penting karena jelas menurut ketentuan undang-undang bahwa timsel harus terdiri dari 3 unsur ini, yang terlihat justru salah satu unsur yang paling dominan dalam keanggotaan timsel Bawaslu.
Bawaslu RI harus bisa menjelaskan kenapa hanya 1 unsur saja dalam keanggotaan timsel Bawaslu apakah unsur lainya itu memang tidak ada yang memuhi syarat atau kriteria yang sudah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan Bawaslu atau sebab lain, ketentuan mengenai unsur-unsur yang ada di timsel tersebut sudah jelas dan tegas tidak perlu ditafsirkan lagi.

Ini penting kalau tidak dijelaskan maka Bawaslu RI telah “melanggar undang-undang” dan jangan sampai timbul pendapat dari masyarakat bahwa timsel Bawaslu memang sudah ditentukan “kelompok-kelompok elit tertentu” dan akhirnya juga mungkin yang akan menjadi anggota Bawaslu sudah ditentukan “orangnya”.

Proses tranparansi harus atau wajib dilakukan dalam pembentukan timsel dilembaga manapun apalagi penyelenggara pemilu demi mencegah timbulnya potensi-potensi kecurangan pada tahapan seleksi demi menciptakan penyelenggara pemilu yang teruji dan mampu membawa demokrasi kearah yang lebih baik.

Jangan sampai sengketa pemilu atau kepercayaan masyarakat terhadap pemilu sangat rendah dimulai dari penyelengara pemilu disebakan karena terbentuknya penyelenggara dilakukan oleh timsel yang baik, dimana proses pembentukan timsel tidak dilakukan secara transparan dan profesional dengan tidak mengutamakan intergritas dan kemampuan kepemiluan yang baik.

Pada akhirnya kita ucapakan selamat kepada anggota timsel Bawaslu yang terbentuk, semoga dapat menjalankan amanah yang ditugaskan dengan baik sehingga dapat terbentuk para anggota Bawaslu yang mempunyai kualitas dan intergritas baik.

Berikutnya dalam proses perekrutan nantinya sebagai saran kepada Timsel yang ada jangan fase tanggapan masyarakat di jadikan rujukan dalam bertanya klarifikasi boleh namun harus jelas apa yang di masukan alias traking dari masyarakat tersebut berdasarkan fakta bukti autentik dan di buka bukti tersebuty dan bukan berdasarkan asumsi public kepada calon,nah ini yang biasanya terjadi karena suka dan tidak suka tadi dan atau ada by order dari elite elit tertentu, bagimana dapat menghasilkan penyelenggara yang baik kedepannya ?, maka jangan heran ketika LPEGAST salah satunya lembaga yang selama ini menjadi rujukan DKPP dalam meneruskan laporan masyarakat atas etika penyelenggara baik Tahapan maupun non tahapan,kalau kami sarankan timsel melakukan uji public atas calon yang sudah masuk ke tahapan wawancara uji public maksudnya menguji kapabilitas dan integritas calon tersebut, mungkin ini cara baru yang di gunakan sehingga dari hasil uji public tersebut dapat di jadikan bahan ujukan Timsel dalam menyakan 4 hal penting sesuai mekanisme wawancara, yaitu, Kepemiluan, tatanegara dan pancasila, regulasi, moralitas dan itegritas (yang di dalamnya bias di tanyakan hasil uji public tersebut).

Karena kami melihat selama ini pada tahapan wawancara tanggapan masyarakat di jadikan rujukan lalu rujukan klarifikasi hal hal yang negative, yang seakan calon menjadi pesakitan dan terdakwa pada saat wawancara, dan itu terjadi pada para mantan-mantan penyelenggara, juga yang akan baru menjadi penyelenggara, sehingga tidak terfokus lagi pada hal hal kursial regulasi dan kepemiluan,yang di amanahkan UU dan aturan tersebut.kami terus terang sebagai mitra DKPP dan juga Bawaslu dalam MOU bias saja memeberikan masukan kepada timsel akan rekam jejak penyelenggara namun kami biasanya memasukan tanggapan menggunakal fakta dan bukti, juga masukan kami ada yang positif maupun negative sesuai apa yang kami temukan di lapangan.tidak berdasarkan asumsi.

Kemudian juga konfrensi pers dalam aturan timsel boleh di lakukan hanya menyampaikan akan tahapan perekrutan dan menyampaikan hal-hal tahapan yang telah di lakukan bukan menggunakan konfrensi pers sebagai rujukan tanggapan masyarakat,karena sy melihat hal itu terjadi kemaren tanpa bukti dan fakta,kami terbuka LPEGAST saya sebagai mantan direktur siap juga lembaga yang ada siap ketika di mintakan rujukan masukan hal hal yang timsel inginkan, kami ada semua datanya kok serta bukti bukti fisiknya. Sesuai laporan laporang yang masuk ke kami.***

Oleh: Abdul Majid (mantan Direktur LPEGAST sulteng)