Artikel Hukum & Kriminal Sulut

Restorative Justice, Kejari Kotamobagu Hentikan 5 Perkara

KOTAMOBAGU, TAGAR-NEWS.com – Kejaksaan Negeri Kotamobagu melakukan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restorative. (Restorative Justice).

Hal ini dipastikan usai dilakukan expose oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kotamobagu Elwin Agustian Khahar SH MH didampingi Kepala seksi pidana umum Prima Poluakan SH MH dan Kasi P3BR Zulhia J Manise SH dihadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan RI Dr. Fadil Zumhana diwakili Direktur Oharda pada JAM Pidum Agnes Triyanti S.H.,M.H dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Edy Birton S.H., M.H, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Jeffry Maukar, S.H M.H, Kasi Oharda Cherdjariah, S.H., M.H, secara virtual.

Kajari kotamobagu bersama kasipidum dan kasi P3BR

Dari hasil expose tersebut Jampidum menyetujui permohonan lima perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative (restorative justice) yang diajukan oleh Kejari kotamobagu,

Kelima perkara tersebut yakni:
1. Perkara Atas Nama Tersangka berinisial KG dengan pasal yang disangkakan Pasal 80 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.

2. Perkara Atas Nama Tersangka berinisial JM PASAL 80 Ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI. No 35 Tahun 2014.

3. Perkara Atas Nama Tersangka berinisial NM, RM dan NP dengan pasal yang disangkakan Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

4. Perkara Atas Nama Tersangka berinisial LM dan FP.

5. Perkara Atas Nama Tersangka berinisial MG dengan pasal yang disangkakan Pasal 310 Ayat (4) UU RI No. 22 Tahun 2009.

Kajari Kotamobagu, Elwin Agustian Khahar SH MH menerangkan bahwa terhadap 5 perkara ini pada intinya telah memenuhi syarat untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Restorative Justice (Keadilan Restorative).

“pertama Tersangka baru Pertama kali melakukan tindak Pidana, Kedua Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, ketiga Terdapat Kesepakatan Perdamaian antara Tersangka dan Korban berbentuk surat Perdamaian tanpa syarat, dan keempat Adanya Respon Positif dari masyarakat dan pihak pemerintah,” ungkapnya

(Hel)