Nasional

Jampidsus-DJBC Kerjasama: Diharapkan dapat Selaras serta Optimal Selesaikan Perkara Kepabeanan dan Cukai

JAKARTA, TAGAR-NEWS.com – JAM-Pidsus Febrie Adriansyah, diwakili Direktur Penuntutan Tomo SH mengatakan Perjanjian Kerja Sama tentang Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di bidang Kepabeanan, Cukai, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Nomor PRJ–8/MK.01/2020 dan Nomor 186 Tahun 2020 tanggal 2 September 2020 tentang Koordinasi dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi antara Menteri Keuangan dan Jaksa Agung RI. 

Hal itu disampaikannya pada kegiatan Sosialisasi Materi Perjanjian Kerja Sama tentang Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan, Cukai, dan Tindak Pidana Pencucian Uang antara Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI, bertempat di Adimulia Hotel Medan. Kamis 4 Agustus 2022.

Perlu saya sampaikan pentingnya Perjanjian Kerja Sama ini, hakikatnya Perjanjian Kerja Sama ini diharapkan dapat menyelaraskan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas baik penyidik maupun penuntut umum yang harus saling memberi dukungan secara maksimal selain dalam setiap penyelesaian perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai. Penuntut Umum mendorong penyidik untuk mengungkap secara maksimal penanganan perkara tindak pidana pencucian uangnya dengan melakukan pelacakan aset milik Tersangka yang ditindaklanjuti dengan tindakan penyitaan untuk kepentingan pembuktian TPPU dan pembayaran denda pidana tindak pidana asal,” kata JAM-Pidsus. 

Dia mengatakan, dalam tahap prapenuntutan Perjanjian Kerja Sama ini adalah untuk mempercepat proses penyidikan dan penuntutan sehingga menghindari terjadinya bolak balik pengembalian berkas perkara karena adanya perbedaan persepsi antara penyidik dengan penuntut umum terkait syarat materiil maupun formil terutama terkait tersangka dalam perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai diharapkan penyidik dapat mengungkap seluruh pelaku terutama pelaku utama atau pemilik manfaat (beneficiery owner).

Disisi lain, JAM-Pidsus menyampaikan dalam perjanjian kerja sama ini juga terkait penanganan dan penyelesaian barang bukti khususnya untuk perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai, para pihak harus saling memberi dukungan.

Mengingat tidak semua Kejaksaan Negeri memiliki gudang penyimpanan barang bukti yang memadai untuk menyimpan barang bukti perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai khususnya terkait barang bukti yang membutuhkan perawatan dan pengawasan khusus dan atau/ yang jumlahnya relatif banyak (alat angkut kapal, tekstil, barang-barang kena cukai dalam jumlah besar, dll) sehingga pada saat dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti, penuntut umum dapat menitipkan kembali barang bukti tersebut kepada penyidik. 

“Hal ini juga harus dibarengi dengan kecepatan penuntut umum untuk segera melimpah perkara dimaksud untuk disidangkan dan diputus oleh majelis hakim sampai dengan putusannya mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dan pada saat eksekusi terhadap barang bukti yang putusannya dirampas untuk negara, Jaksa eksekusi dengan dukungan dari penyidik Bea dan Cukai dapat langsung melakukan pemusnahan terhadap barang bukti yang dititipkan bertempat di gudang penitipan barang bukti milik Bea dan Cukai sehingga dapat mengurangi risiko kerusakan, kehilangan, dan/atau peningkatan biaya penyimpanan barang bukti khususnya terhadap barang bukti yang memiliki nilai ekonomis,” jelasnya 

Selain itu, Perjanjian Kerjasama diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia para pihak, misalnya dengan penunjukan penuntut umum untuk menjadi narasumber dalam workshop terkait pembuktian tahap penuntutan yang akan menjadi gambaran bagi penyidik untuk mencari alat-alat bukti yang dipergunakan untuk pembuktian suatu tindak pidana di persidangan.

Kedepannya, JAM-Pidsus mengatakan penanganan perkara tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai dan TPPU harus bisa memberi kemanfaatan hukum, kepastian hukum dan nilai keadilan dalam penegakan hukum, sehingga tujuannya dapat memberi:

  1. Penjeraan bagi pelaku dan efek penjeraan (detterent effect) kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana; 
  2. Optimalisasi asset recovery sebagai upaya penyelamatan dan pemulihan kerugian pada penerimaan negara atau perekonomian negara yang terjadi sebagai akibat terjadinya tindak pidana Kepabeanan dan Cukai;
  3. Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Yang menjadi perhatian untuk kita semua, bahwa sehubungan dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang didalamnya juga mengatur tentang Penghentian Penyidikan dalam tindak pidana cukai  (Pasal 64 menyatakan untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan Menteri, Jaksa Agung RI dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai), yang saat ini sedang disusun peraturan pelaksanaannya, yang nantinya saya harapkan dapat segera terselesaikan dan untuk pelaksanaannya sangat dibutuhkan kerjasama secara terintegrasi antara penyidik dan penuntut umum,” harapnya

JAM-Pidsus menambahkan apabila tujuan penegakan hukum dapat tercapai, maka kepercayaan masyarakat terhadap insan penegak hukum akan tumbuh kembali dan negara akan kembali menunjukan bahwa tidak ada tempat untuk para pelaku kejahatan di Indonesia ini yang bisa menjalankan perbuatan tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai dan TPPU.

Dirinya berharap dengan adanya Perjanjian Kerja Sama ini, dapat membentuk pola sinergitas, koordinasi dan pemberian dukungan yang baik antar para pihak dan menjalankan tugas dan kewengan masing-masing dan berjalan sebagaimana mestinya serta menyampaikan terima kasih kepada Menteri Keuangan RI yang telah memberikan dukungan dan fasilitas sehingga acara ini terselenggara dengan baik. 

 

(*/Hel)