TAGAR-NEWS.com, BOLMONG – Belum lama ini, wilayah Bolaang Mongondow (Bolmong) tepatnya di Kecamatan Poigar dan Kecamatan Passi Barat dilanda banjir bandang yang menghanyutkan beberapa rumah warga hingga ratusan hektar lahan pertanian ikut rusak terdampak.
Meski nilai kerusakan belum bisa terdata secara real dan terperincih, namun sudah bisa ditaksir, kerugian materil hingga mencapai ratusan juta rupiah. Belum lagi rasa takut dan trauma warga yang sampai saat ini belum pulih sepenuhnya.
Sejumlah warga yang ditemuipun merasa sedih atas peristiwa banjir bandang yang menerjang, sampai merusak rumah-rumah warga, meski tidak menelan korban jiwa.
Bahkan desus, dahulu adanya aktivitas penambangan emas ilegal di perkebunan hulu Sungai Muntoi ikut terkuak, meski salah satu sumber yang ditemui, tidak ingin namanya di publis media karena takut.
Maka berkaca dari kejadian bencana alam yang terus menghantui rakyat Bolaang Mongondow pada setiap memasuki bulan penghujan saat ini, Pemerintah Daerah tentu sudah mewanti-wanti, agar segala aktivitas penambangan emas menggunakan alat berat secara ilegal agar segera dihentikan.
Salah satunya, PT Xinfeng Gemah Semesta, yang diduga sedang melakukan aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Perkebunan Oboy, Desa Pusian, Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) yang memicu kecaman publik.
Diduga, perusahaan asal China Tiongkok ini, beroperasi tanpa izin. Serta diduga menyerobot lahan perusahaan milik orang lain dan merusak lingkungan.
Padahal belum lama ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Yani Pudul, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat berupa teguran terhadap aktivitas PT Xinfeng Gemah Semesta di perkebunan Oboi, di Desa Pusian.
“Kami, bahkan sudah 2 (dua) kali mengirikan surat teguran penghentian aktivitasnya,” ucapnya.
Bahkan menurutnya, pihaknya sudah melaporkan ke Gakkum ESDM Wilayah.
“Kita tinggal menunggu dari Gakkum, seperti apa langkah yang akan diambil selanjutnya,” katanya.
Sejumlah aktivis Pergerakan di Bolaang Mongondow pun, angkat bicara saat masifnya aktivitas penambangan ilegal menggunakan alat berat sekarang ini, yang belum tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Aldrin salah satu aktivis pergerakan Bolmong menyebut bahwa, PT Xinfeng Gemah Semesta sebagai “Bom Waktu” bagi rakyat Dumoga.
Padahal diketahui, dan telah banyak diberitakan dibeberapa media lokal bahkan regional Sulawesi Utara, PT Xinfeng Gemah Semesta, tidak mempunyai izin resmi.
Hal itu diungkap oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Utara, Fransiskus Maindoka. Ia menegaskan bahwa PT Xinfeng tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) maupun surat izin penambangan batuan (SIPB).
“Kami sudah turun langsung ke lapangan. PT Xinfeng tidak memiliki izin apa pun, dan wilayah yang mereka garap masuk dalam kontrak kerja PT JRBM,” kata Maindoka, Kamis 30 Oktober 2025, disadur lewat media online JuaraNews.Co.
Dengan temuan ini, aktivitas tambang PT Xinfeng dinyatakan ilegal dan melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pelaku tambang tanpa izin dapat dijerat pidana hingga lima tahun penjara dan denda mencapai Rp100 miliar.
Tidak hanya beroperasi tanpa izin, PT Xinfeng juga diduga menyerobot lahan milik perusahaan lain. Dugaan penyerobotan ini berpotensi masuk ranah pidana umum sesuai Pasal 385 KUHP, dengan ancaman empat tahun penjara.
Selain itu juga, laporan lapangan menyebutkan adanya tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok yang bekerja di lokasi tambang tanpa izin resmi.
Jika hal ini terbukti, perusahaan dapat dijerat Undang-Undang Keimigrasian, dengan ancaman empat tahun penjara dan denda hingga Rp400 juta.
Kekhawatiran publik juga muncul terkait kerusakan lingkungan dan bayang-bayang bencana alam bisa saja terjadi. Warga sekitar melaporkan bahwa air sungai di kawasan tersebut mulai keruh dan berbau logam berat, yang diduga akibat limbah tambang.
Apabila terbukti, PT Xinfeng dapat dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 milliar.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM, Rilke Jeffri Huwae, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir praktik tambang ilegal dalam bentuk apa pun.
“Penegakan hukum di sektor minerba bukan sekadar urusan administrasi, tapi soal kedaulatan negara. Negara tidak boleh kalah oleh tambang ilegal,” ujarnya.
Menurut Rilke, aktivitas tambang ilegal seperti yang dilakukan PT Xinfeng bukan hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga mengancam keselamatan warga dan merusak ekosistem alam di Bolaang Mongondow.
Hingga kini, publik menantikan langkah tegas Gakkum ESDM untuk menutup operasi tambang ilegal PT Xinfeng Gemah Semesta. Banyak pihak menilai kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menjaga kedaulatan sektor pertambangan nasional.
“Kasus ini harus jadi pelajaran. Negara harus hadir melindungi tanah dan lingkungan rakyat Dumoga,” ujar seorang aktivis lingkungan.
Dengan sederet dugaan pelanggaran mulai dari izin pertambangan, penyerobotan lahan, pencemaran lingkungan, hingga penggunaan TKA ilegal, PT Xinfeng kini dihadapkan pada ancaman pidana berlapis serta tekanan publik agar segera ditindak tanpa kompromi.**
